Salim
Kancil, dan lingkaran setan itu kembali lagi.
Saya
sedang menonton CNN saat itu, lalu merasa bosan dengan topik
beritanya yang berat dan berganti ke saluran berita nasional.
Kemudian salah satu headline di berita menarik perhatian saya.
Pembunuhan atas Salim Kancil, salah seorang petani di Lumajang yang
dilakukan oleh gerombolan pihak yang tidak dikenal. Nama Kancil yang
melekat di belakang Salim dan sampai sekarang saya belum tahu apakah
itu nama sungguhan atau tidak, menarik perhatian saya. Saya pun
akhirnya tertarik mengikuti berita tersebut.
Berita
semakin menarik. Dikabarkan bahwa Salim Kancil meninggal dengan cara
dikeroyok. Bahkan sebelum dikeroyok, Salim sempat disiksa terlebih
dahulu. Lalu barulah dijelaskan bahwa Salim disiksa dengan cara
dipukul dengan kayu, pacul dan celurit. Sebelum dikeroyok, Salim
sempat melarikan diri dari gerombolan yang tak dikenal namun dia
tertangkap juga. Setelah ditangkap, Salim pun diseret dan dibawa ke
suatu tempat untuk pada akhirnya disiksa lagi. Di akhir berita,
diberitahu bahwa otak dari penganiayaan Salim Kancil tersebut adalah
kepala desa Selok Awar-Awar, desa tempat Salim tinggal. Penyebabnya
adalah untuk mempertahankan tambang ilegalnya yang biasa diprotes
oleh Salim. Dan berita pun berakhir sampai di situ.
Saya
semakin penasaran dengan kasus Salim Kancil ini. Hal yang paling
menarik adalah ternyata otak pembunuhan itu adalah kepala desa Salim
Kancil itu sendiri. Kemudian saya pun mencari – cari artikel
tentang Salim Kancil di internet. Ternyata alasan Salim Kancil
bersikukuh terus memprotes adalah karena sebagian lahan pertanian di
desanya menjadi rusak dan tidak bisa ditanami kembali karena
pertambangan ilegal. Salim mencoba untuk mencari mata pencaharian
lain dengan menjadi nelayan untuk menghindari konflik, nyatanya dia
tidak berhasil menjadi nelayan.
Akhirnya
Salim pun mulai mengajak teman- temannya untuk mencoba memberikan
laporan kepada kepada kepolisian setempat namun tidak ada tindakan.
Salim pun beserta teman – temannya membuat Forum Komunikasi
Masyarakat Peduli Desa Selok Awar – Awar. Salah satu tindakannya
adalah membuat aksi damai yang menyetop kegiatan penambangan pasir
dan truk – truk bermuatan pasir yang hendak menuju atau dari
penambangan ilegal tersebut. Hasilnya, Salim Kancil mendapatkan
ancaman pembunuhan.
Salim
Kancil lalu mengadukan hal tersebut ke kepolisian setempat, namun
tidak ada respons. Hingga akhirnya dia pun terbunuh oleh para preman
yang diketuai oleh kepala desanya sendiri.
Mengetahui
cerita ini, seperti cerita – cerita film atau bahkan membaca
sejarah manusia jaman dahulu, yaitu tentang seseorang yang melawan
akan tirani penguasa. Ternyata cerita tersebut tetap berlanjut atau
mungkin terus terjadi selama manusia masih ada. Sedihnya adalah hal
tersebut masih terjadi dalam tatanan dunia yang kini sedang mencoba
untuk menjunjung tinggi hak azasi manusia dan menciptakan kehidupan
yang bahagia bersama – sama.
Beruntung
sekarang kita memiliki satu wadah untuk memberikan dan mengetahui
segala informasi yang terjadi yaitu media. Saat media memblow-up
berita mulai banyak aksi yang menunjukkan rasa simpati mereka dan tak
segan-segan mempertanyakan kemana pemerintahan kita. Tapi ternyata
Presiden RI yang ke-7 bereaksi atas berita tersebut. Presiden Joko
Widodo menyuruh pihak kepolisian untuk mengusut hal tersebut. Hingga
akhirnya tertangkaplah dua otak di balik penganiayaan tersebut,
Hariyono, kepala desa Selok Awar Awar dan Mat Dasir, ketua lembaga
masyarakat desa hutan Selok Awar Awar.
Hariyono
dan Mat Dasir harus rela menghabiskan waktu mereka 20 tahun di
penjara atas perbuatannya tersebut, namun banyak menganggap hukuman
tersebut terlampau ringan untuk mereka.
Salim
Kancil adalah salah satu contoh pekerjaan rumah terbesar dalam negara
ini. Pihak kepolisian yang tidak merespons atas pengaduan Salim
Kancil membuat pertanyaan besar, seandainya mereka cepat bereaksi
maka mungkin kejadian ini tak akan terjadi. Di sini merupakan salah
satu pelanggaran HAM. Hak azasi Salim Kancil untuk mendapatkan
perlindungan ternyata tidak terwujudkan. Cerita ini seperti dengan
cerita film – film Bollywood, dimana polisi awalnya tidak
menggubris pengaduan seseorang dan baru datang di saat cerita telah
usai.
Saya
pun bertanya – tanya, apakah seperti ini pelaksanaan hak azasi
manusia di Indonesia? Hanya sebatas wacana saja, sementara pada
kenyataannya tidak ada yang terwujud? Kita seperti berjalan mundur
ke cerita akan salah satu filsuf ternama di dunia, yaitu Socrates.
Socrates yang mengalami dilema karena mendapatkan pilihan antara
mempertahankan ajarannya dan harus meminum racun karenanya atau
berkata bahwa semua yang diajarkannya adalah bohong dan dia pun
dibebaskan dari peradilan. Socrates pun memilih untuk meminum racun.
Namun pada akhirnya berkat Socrates lah, masyarakat awam mendapatkan
peluang untuk mengemban pendidikan di universitas.
Kembali
kepada realitas sekarang, pelanggaran HAM bukan terjadi hanya pada
Salim Kancil saja. Mungkin masih banyak Salim Kancil yang lain yang
tidak terekspos oleh media. Selama manusia yang selalu tidak pernah
puas tetap ada, cerita ini akan terus berlanjut. Apakah harga suatu
kebenaran sungguh begitu mahal? Apakah harus dikorbankan dulu nyawa
seseorang, barulah kehidupan yang ideal dapat terwujud? Dan ini
seperti lingkaran setan yang tiada akhirnya.
No comments:
Post a Comment